Komisi III DPR Investigasi Kasus Pemukulan
Komisi III DPR Investigasi Kasus Pemukulan
Kelima kandidat tersebut yakni Ketua Pemuda Muhammadiyah Abdul Rachmat Noer, Ketua BM PAN Irfan AB, Pengurus Hipmi Sulsel Nasrullah Mustamin, Ketua KNPI Makassar Muh Basri dan pengurus DPP KNPI Risman Pasigai. Dalam visinya, Basri berjanji membuka ruang dan peluang bagi organisasi kepemudaan berkiprah di KNPI, sedang Rachmat ingin menjadikan KNPI sebagai wadah komunikasi bagi pemuda dari semua unsur dan melibatkan LSM dan badan eksekutif mahasiswa (BEM). Sementara Nasrullah berjanji menjadikan KNPI sebagai wadah fasilitator, mediator antara masyarakat, pemuda dan pemerintah. Mengedepankan untelektualitas dan berdaya saing. Sedang Risman mengedepankan pemberdayaan kepemudaan dan menghilangkan perbedaan di tubuh KNPI. Sementara kandidat lain, Ilhamsyah Azikin Solthan yang disebut-sebut kandidat kuat tidak tampak. Randi Patabai secara mengejutkan menyatakan mengundurkan diri dari bursa kandidat Ketua KNPI dan mengalihkan sepenuhnya dukungan Nasrullah.
Tim pemenangan Amin-Mansyur Ramly di Bulukumba, Risman Pasigai, melaporkan, pihaknya sudah mendapat konfirmasi dari simpul pendukung Amin-Mansyur (Asmara) di Bulukumba untuk menghadiri dialog tersebut. "Kami optimistis, dialog ini dihadiri ribuan pendukung Asmara. Kegiatan ini sekaligus apel akbar untuk memenangkan Asmara di Bulukumba," jelas Risman. Menurutnya, Amin akan menghadiri peringatan Nuzul Quran di Masjid Jami Bulukumba, malam ini. (wid)
Amin dan Aziz Garap Selatan-selatan
Makassar, Tribun - Dua kandidat gubernur menggarap kawasan selatan-selata Sulsel, kemarin hingga tadi malam. Amin Syam menghadiri peringatan Nuzul Quran di Masjid Agung Bulukumba, Abdul Aziz Qahhar Mudzakkar berceramah Nuzul Quran di Masjid Agung Jeneponto. Menurut juru bicara Asmara, Hidayat Nahwi Rasul, Amin bersama Sofyan melihat dari dekat landasan run way dan taxi way pesawat. Bandara terbesar di kawasan timur Indonesia (KTI) ini direncanakan dioperasionalkan awal Januari 2008.
''Pembangunan Bandara sangat cepat dan lancar, ini bisa jadi contoh bagi pembangunan projec yang lain,''kata Amin. Setelah meninjau Bandara, Amin bersama Sofyan melanjutkan perjalanan menuju Semen Tonasa Amin bertolak ke Bulukumba usai mendampingi Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Sofyan Djalil meninjau Bandar Udara Hasanuddin Makassar yang baru. Ketua DPD I Partai Golkar Sulsel ini buka puasa bersama pengurus Golkar dan ralwan serta masyarakat di Masjid Agung Bulukumba. "Pak Amin melakukan dialog dengan kader Partai Golkar hingga buka puasa di Masjid Agung Bulukumba," ujar Tim pemenangan Amin-Mansyur Ramly (Asmara) di Bulukumba, Risman Pasigai. Menurutnya, dialog dihadiri ribuan orang dari simpul pendukung Asmara di Bulukumba. "Kami optimistis, dengan semangat tim di Bulukumba, Asmara bisa menang di daerah ini," tegas Risman. Sedangkan Aziz meninggalkan Makassar menuju Cikoang, Takalar, usai salat duhur di Pondok Pesantren Hidayatullah, Tamalanrea. Aziz bersilaturahmi dengan warga Cikoang sebelum menuju Jeneponto. Anggota DPD RI ini buka puasa di kediaman tim pejuang Jeneponto. Dalam dua hari terakhir, Aziz dua kali menggelar kegiatan di Selatan-selatan Sulsel. Sebelumnya ceramah di Masjid Agung Takalar. "Kami berharap tidak ada lagi yang menghalangi ustad melakukan ceramah di masjid," ujar sekretaris pribadi Aziz, M Irfan Yahya. (bie)
NAHKODA BARU KNPI SULSEL
Makassar, Tribun - Musyawarah Provinsi (Musprov) Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Sulsel berakhir hari ini. Pemilihan ketua berlangsung hingga dini hari tadi. Dua kandidat bersaing ketat, Nasrullah Mustamin dan Ilhamzah Azikin. Hingga pukul 22.00 tadi malam, sidang belum bisa dimulai. Beberapa kali panitia dan stering committee (SC) kelihatan bingung karena peserta menghilang. Para tim sukses kandidat tampak sibuk di lantai I Hotel Singgasana, Makassar.
Tim Nasrullah berposko di lantai 14, kamar 1400 Hotel Singgasana. Di ruangan itu, tim sibuk berkomunikasi lewat ponsel. Hampir sudut-sudut kamar di Singgasana diwarnai suasana lobi yang dilakukan tim dengan para pimpinan organisasi kemasyarakatan pemuda (OKP) dan DPD II KNPI. Kesibukan serupa juga tampak di Makassar Golden Hotel. Kandidat Ilhamsyah berposko di hotel mewah ini. Hingga pukul 22.00 tadi malam, kubu Nasrullah mengklaim telah mengumpulkan 38 dukungan dari OKP dan DPD II KNPI. Wakil Ketua KNPI Pangkep, Abd Malik Assegaf mengaku belum menentukan pilihan hingga pukul 22.00 tadi malam. "Kami masih melihat perkembangan," katanya. Demikian pula OKP yang tergabung dalam Keluarga Besar Nahdlatul Ulama (KBNU), mengaku belum menentukan sikap. Sesepuh OKP KBNU, Azhar Arsyad, menjamin lima suara OKP KBNU solid. "Teman-teman akan menentukan suara pada detik-detik terakhir," kata Azhar. OKP KBNU adalah Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Ikatan Pemuda dan Pelajar NU (IPPNU), Ikatan Pemuda NU (IPNU) , Fatayat NU, dan Gerakan Pemuda (GP) Ansor. Kandidat yang direkomendasikan Pemuda Muhammadiyah (PM) Sulsel Abdul Rachmat Noer pun mengaku gagal menggaet kandidat yang direkomendasikan Pemuda Al Islah, M Basri, dan kandidat Risman Pasigai. "Kami sudah mengajak Pak Basri dan Pak Risman berkoalisi tapi belum ada kesepakatan," kata Rachmat. Phoenam VS Kopizone BUKAN hanya latar belakang organisasi yang menjadi simbol para kandidat. Mereka ikut diidentifikasi berdasarkan tempat langganan minum kopi. Ilhamsyah Azikin dan timnya dinilai hoby minum kopi di Warung Kopi Phoenam, Panakkukan, Makassar. Sementara Nasrullah Mustamin dan timnya langganan ngopi di Kopi Zone, sekitar 10 meter dari Phoenam. Di arena Musyawarah Provinsi (Musprov) KNPI Sulsel, Hotel Singgasana, Makassar, tadi malam, beredar bahwa yang bertarung adalah Phoenam dengan Kopi Zone. Peserta musprov, Rusdianto dan Nasruddin Upel, mengatakan, karena lebih sering ngopi di Kopi Zone, keduanya pun dikelompokkan sebagai kubu Nasrullah. Sementara Sekretaris KNPI Makassar Sugali Halim yang hoby ngopi di Phoenam dimasukkan dalam kubu Ilhamsyah
Terpilih Ketua KNPI, Ilhamsyah Segera Konsolidasi
Makassar, Tribun - Setelah terpilih sebagai Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Sulsel periode 2007-2010, Ilhamsyah Azikin Solthan berjanji segera melakukan konsolidasi pengurus dan soliditas. Ilhamsyah terpilih dalam pemilihan yang digelar satu putaran, di Hotel Singgasana, Selasa (18/12), pukul 02.00 dinihari. Ilhamsyah mendulang 49 suara dan mengalahkan pesaingnya, Nasrullah Mustamin yang hanya mengantongi 11 suara, disusul Risman Pasigai empat suara. Tiga suara dinyatakan abstain.
Politisi PDIP Bingung, Antara Nas dan Ciwang
KETUA Pemuda Pelanjut Amanat Proklamasi Republik Indonesia (PP APRI) Sulsel, Husain Djunaid, mengaku bingung memilih salah satu di antara dua kandidat, Nasrullah Mustamin dan Ilhamsyah Azikin, yang bersaing di Musprov KNPI Sulsel. "Siapa yang tidak bingung, Nas (sapaan Nasrullah) dan Ciwang (sapaan Ilhamsyah) sama-sama kader saya dan keduanya menjabat wakil ketua PP APRI," kata Uceng, sapaan Husain, di sela-sela Musprov kemarin.
Usai pembukaan musprov, ketiganya terlihat berdiskusi dan memanggil fotografer untuk mengabadikan foto ketiganya. Kandidat ketua, Risman Pasigai, yang kebetulan lewat di samping Uceng, Nas, dan Ciwang juga diajak foto bersama.
AMIN ANCAM PECAT TOKOH GOLKAR
IKHLAS BERKARYA
Apalagi ia membina karier politik di Partai Golkar di Butta Panrita Lopi dari bawah. Risman kini menjabat Wakil Ketua Badan Pemenangan Pemilu Partai Golkar dan Sekretaris DPD II Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) di Bulukumba. "Dalam dunia politik, saya selalu mengutamakan berpikir realistis. Di organisasi kemasyarakatan pemuda (OKP), saya mungkin bisa duduk di level nasional, tapi di dunia politik praktis, saya masih harus banyak belajar pada senior," ujar Risman, Kamis (6/11). Risman caleg Partai Golkar di daerah pemilihan (DP) I Bulukumba (Bonto Tiro, Herlang, dan Kajang) untuk DPRD Bulukumba. Ketua Umum Garda Muda Merah Putih (GMMP) Bulukumba ini optimistis meraih dukungan pemilih pemula. "Yang pasti, saya akan berusaha selalu ikhlas dalam berkarya. Masyarakat sudah pandai menilai, yang mana yang terbaik dan bisa dipercaya memperjuangan aspirasi mereka," katanya
Sementara itu dari Makasar, Sulawesi Selatan (Sulsel) dilaporkan, Ikatan Pelajar Mahasiswa (IPMAH) Bukukumba mendesak Menteri Dalam Negeri, Cq Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) agar menonaktifkan Bupati Bulukumba Patabai Pabokori dari jabatannya.
Penegasan itu disampaikan Ketua Ipmah Bulukumba M Arsyam dan sekretaris Risman Pasigai menyusul terjadinya bentrok antara warga setempat dengan aparat keamanan di lahan perkebunan karet PT Lonsum yang menewaskan dua warga setempat kepada tim aspirasi DPRD Sulsel di Makassar, Senin.
Dua warga yang meninggal akibat ditembak petugas Kepolisian pada 21 Juli 2003 di lahan perkebunan karet PT Lonsum tersebut, yakni Barra bin Badullah meninggal di TKP dan Ansu meninggal di rumah sakit umum Bulukumba tiga hari kemudian.
Ipmah dalam pernyataan sikapnya mendesak Gubernur Sulsel Amin Syam untuk segera memberhentikan Bupati Patabai karena tidak mampu menyelesaikan masalah yang terjadinya di daerahnya, bahkan Bupati selalu menghindar dan meninggalkan daerah, ke Jakarta setiap terjadi masalah antara warga dengan PT Lonsum yang telah berlangsung cukup lama.
Peristiwa berdarah yang terjadi antara petani dengan aparat keamanan yang membela PT Lomsum, sedikitnya telah menewaskan dua orang dan puluhan lainnya menderita luka-luka yang saat ini dirawat di rumah sakit setempat.
Ipmah dalam pernyataan sikap mengutuk keras tragedi kemanusiaan dan pelanggaran HAM oleh petugas Kepolisian dengan cara kekerasaan, penembakan terhadap warga sipil yang memperjuangkan hak-haknya.
Selain itu, mahasiswa juga mendesak aparat melakukan proses hukum secara fair terhadap para pelaku peristiwa berdarah di Bulukumba, baik pihak Polri maupun oknum lainnya yang mengakibatkan petani menjadi korban tanpa pandang bulu, katanya. (ant/atn)
Amin Syam Mundur dari Ketua Golkar
Elite Partai Golkar Bulukumba Risman Pasigai mengaku telah mengikuti pertemuan khusus atas di Sekretariat DPD I Partai Golkar Sulsel di Jl Botolempangang, terkait agenda pertemuan dengan ketua umum Partai Golkar itu hari ini. "Kami sudah mendapatkan id card untuk mengikuti pertemuan itu," katanya. Id card dimaksud sekaligus berfungsi sebagai undangan. Bentuknya menyerupai id card karyawan dengan tulisan Pertemuan Konsultasi Ketua Umum DPP Partai Golkar HM Jusuf Kalla dengan Pengurus Wanhat Tk I dan TK II, Calong Anggota Legislatif DPRD Provinsi Sulsel dari Golkar, serta Pengurus DPD I dan DPD II Partai Golkar Se-Sulsel. Amin dikabarkan tidak akan menghadiri acara tersebut. Namun surat pengunduran dirinya akan disampaikan dalam momen tersebut. "Bapak (Amin) kan tidak diundang jadi tidak akan hadir dalam pertemuan tersebut," kata Apiaty. Dalam sejumlah pertemuan dengan jajaran DPD I Golkar Sulsel dengan Kalla, Amin lebih memilih absen. (Tribun)
Selasa, 30-12-2008
Kalla: Segera Pilih Pengganti Amin
Makassar, Tribun - Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar yang meminta Dewan Pimpinan Daerah (DPD) I Golkar Sulsel segera menggelar musyawarah daerah (musda) dipercepat untuk memilih figur pengganti Amin Syam yang resmi mundur dari kursi Ketua Golkar Sulsel.
Kalla menyampaikan hal itu di depan jajaran pengurus DPD I Golkar Sulsel dan DPD II Golkar se-Sulsel di VIP Room Bandara Sultan Hasanuddin, Senin (29/12). Kalla juga membacakan surat Amin yang dibuat di atas dua lembar kertas. Pertemuan dipimpin Ketua Harian Golkar Sulsel Moh Roem yang kemudian meminta Kalla untuk memberikan pengarahan sekitar 30 menit kepada jajaran pengurus dan calon anggota legislatif (caleg) Golkar. Amin tidak hadir dalam pertemuan ini.
Amin resmi mundur mulai 1 Januari 2009. Mantan Gubernur Sulsel ini mengaku mundur atas dasar keikhlasan dan ingin beristirahat setelah memimpin Golkar selama 15 tahun empat bulan. Tadi malam, pengurus DPD I Golkar Sulsel menggelar rapat di sekretariat DPD I Golkar Sulsel, Jl Amanagappa, Makassar. Roem kembali memimpin rapat yang membahas permintaan Kalla terkait dengan kekosongan kursi. Rapat memutuskan meminta DPP Golkar menunjuk caretaker dan penentuan jadwal musda DPD I Golkar Sulsel. Suasana rapat berlangsung santai dan berlangsung tidak lebih dari satu jam. Di Bandara Kalla mengundang seluruh ketua, sekretaris dan dewan penasihat Partai Golkar kabupaten/kota se-Sulsel untuk membahas surat pengunduran diri Amin tersebut. Mengenakkan batik berwarna cerah, Kalla membacakan surat resmi pengunduran diri Amin sebanyak dua lembar. Dengan surat itu, Kalla memerintahkan DPD I Golkar Sulsel segera melaksana musda. "Namanya musda dipercepat, bukan musda luar biasa.Karena musdalub itu digelar kalau ada masalah. Ini musda normal, namun hanya waktunya saja yang dipercepat," kata Kalla di depan pengurus Golkar.
Menurut Kalla, musda harus pekan ini karena menghindari kevakuman kepemimpinan di tubuh Golkar Sulsel. Apalagi, menjelang Pemilu 2009. "Saya harapkan, dalam satu pekan ini harus ada ketua. Sebab musda dipercepat itu tidak perlu membahas agenda lain kecuali memilih ketua. Kalau perlu ketuanya saja yang diganti, tidak perlu merombak pengurus," tambah Kalla saat transit dalam perjalanan ke Papua. Usai pertemuan, Kalla yang menggunakan pesawat kepresidenan langsung menuju Papua untuk melakukan kunjungan kerja. Wakil Presiden RI ini didampingi Menteri Hukum dan HAM Andi Mattalatta, Menteri Lingkungan Hidup Wimar Witoelar, serta dua elite DPP Golkar Theo L Sambuaga dan Yorris Raewai. Para elite Golkar pun satu per atu membubarkan diri. Sebagian masih ngobrol-ngobrol santai, termasuk Ketua DPD II Golkar Makassar Ilham Arief Sirajuddin. Ditanya kesiapannya menggantikan Amin, Ilham terdiam sejenak. "Jika Golkar memberikan saya amanah untuk memimpin, pada prinsipnya saya siap. Saya ini kader, saya tidak akan menolak jika diberi amanah," katanya.
Sejumlah DPD II Partai Golkar menyatakan siap menjalankan instruksi Kalla. Sekretaris DPD II Partai Golkar Bulukumba Hamzah Pangki dan Risman Pasigai menyambut musda dipercepat itu. "Pemilu sisa 100 hari lagi. Kita membutuhkan ketua yang definitif untuk menjalankan roda organisasi," kata Risman usai pertemuan. DPP Pengurus DPP Partai Golkar mengambil alih sementara kepengurusan DPD I Partai Golkar Sulsel hingga ada kesepakatan soal jadwal musda partai berlambang beringin ini. "Sekarang semua serba darurat. Setelah Pak Amin mundur, maka sesuai AD/ART partai, DPP mengambil alih sementara kendali di DPD I Golkar Sulsel. Kami akan mengirim tim dalam waktu sesingkat-singkatnya untuk memfasilitasi pertemuan antara pengurus DPD I dan DPD II untuk mencari solusi terbaik," kata Wakil Ketua bidang Organisasi Kaderisasi dan Keanggotaan (OKK) DPP Golkar, Iskandar Mandji, kemarin. Rapat DPD
Iskandar berjanji tim dari DPP akan mengambil sikap sesuai batas waktu yang diminta Kalla di Bandara Sultan Hasanuddin. "Musda dipercepat tidak akan melewati deadline ketua umum," lanjut Iskandar. "Mekanismenya harus begitu, kekosongan kepemimpinan di DPD I itu tanggung jawab DPP sebab harus diambil alih oleh organisasi setingkat di atasnya," kata Roem. Dalam waktu dekat, pihaknya secara organisasi menyurati DPP Golkar secara resmi agar segera menunjuk pelaksana tugas untuk mengisi kekosongan kepemimpinan. Pelaksana tugas akan menjalankan roda organisasi hingga ada ketua yang definitif. "Kita tunggu petunjuk DPP. Siapa yang ditunjuk untuk melaksanakan tugas, DPP pasti tahu kader yang layak," kata Roem. Ditanya jadwal musda, mantan Bupati Sinjai ini mengaku akan menyerahkan sepenuhnya kepada DPP Golkar. "Tergantung DPP, apakah mau menggelar musda secepatnya, sebelum pemilu atau setelahnya, kita tunggu saja keputusannya. Kita siap melaksanakan kapan pun," katanya. Terkait permintaan Kalla agar menggelar musda pekan ini, Roem mengaku itu hanya pernyataan spontanitas sebab pertemuan itu bukan forum membicarakan musda, namun hanya temu konsultasi. Rapat pengurus ini dihadiri 17 dari 25 pengurus harian Golkar. Gubernur Sulsel Agus Arifin Nu'mang juga hadir rapat. Rapat berlangsung sekitar 90 menit sejak pukul 20.00 wita. Delapan pengurus yang tidak hadir dengan alasan tidak berada di Makassar. Mereka yang absen adalah Ajeip Padindang, Erwin Aksa, Ichsan Yasin Limpo, Hamka Yandhu, dan Saldy Mansyur. Usai rapat, peserta rapat sepakat menunjuk Roem sebagai nara sumber. "Yang boleh bicara hanya Pak Roem," kata Agus.
Tetap Tenang
Dalam kapasitas Wakil Ketua Bidang Kerohanian DPD Golkar Sulsel,Agus mengimbau kader Golkar tetap tenang menghadapi situasi seperti ini. "Kader harus tenang, tidak perlu panik. Apalagi menghadapi momen penting seperti pemilu," kata Wakil Gubernur Sulsel ini. Untuk memaksimalkan potensi suara partai berlambang beringin ini, Agus menyarankan seluruh delapan wakil ketua bidang bertanggung jawab terhadap daerah tertentu. "Misalnya ketua bidang kerohanian bertanggung jawab pemenangan di zona A, bidang hukum di zona B," lanjut mantan Sekretaris Golkar Sulsel ini. Sambil menunggu hujan berhenti, perbincangan elite beringin ini usai rapat lebih banyak membahas perkembangan para caleg Golkar di daerah.
Tanggapan DPD II
Pengurus DPD II Partai Golkar kabupaten/kota se Sulsel menanggapi beragam instruksi Kalla agar menggelar pemilihan ketua dalam waktu satu minggu. Ketua DPD II Golkar Sinjai Massalinri Latief dan Pjs Ketua Golkar Soppeng Kaswadi Razak terang-terangan mendesak DPD I membentuk kepanitiaan untuk menyelenggarakan musda. "Instruksi ketua umum jelas, musda dipercepat dalam waktu satu minggu. Seandainya tidak sepakat, bisa diajukan di dalam forum tadi supaya semua pengurus DPD II mendengar alasannya," kata Kaswadi. Ketua DPRD Soppeng ini menyebut kriteria pemimpin Golkar pascapengunduran diri Amin adalah enerjik dan memiliki waktu mengurus partai. Sementara menurut Massalinri, pernyataan Kalla menunjukkan betapa pentingnya arti pemimpin definitif bagi Golkar menghadapi hajatan pemilu. "Secara pribadi, saya setuju musda dipercepat seperti usulan ketua umum. Tinggal bagaimana DPD I menjalankan usulan ketua umum," kata Wabup Sinjai ini. Berbeda dengan Massalinri dan Kaswadi, Ketua DPD II Golkar Gowa, Tenriolle Yasin Limpo dan Ketua DPD II Parepare Zain Katoe, meminta DPD I mempertimbangkan instruksi Kalla. "Saat ini, yang paling penting adalah konsolidasi internal partai menghadapi Pemilu 2009. Toh ketua harian atau pun caretaker bisa memimpin konsolidasi partai," kata Tenri. Sementara Zain menilai musda dipercepat seperti instruksi Kalla akan menimbulkan perpecahan di internal Golkar menghadapi pemilu. "Tidak ada salahnya ditunda dulu pemilihan ketua hingga usai pemilu," ujar Wali Kota Parepare ini
Desak Musdalub
Wakil Ketua Dewan Penasihat (Wanhat) DPD I Golkar Sulsel, Opu Sidik, berharap pengurus DPD I menyikapi instruksi Kalla untuk menggelar musda dipercepat untuk memilih ketua DPD I yang baru. "Pengunduran diri Pak Amin menjadi momen yang tepat untuk konsolidasi dan regenerasi partai. Saatnya musda dipercepat, apalagi yang harus ditunggu dan untuk apa menunda," kata Opu. Opu termasuk tokoh senior Golkar yang gencar menyuarakan wacana Musdalub DPD I Golkar setelah Amin Syam kalah di Pilkada Sulsel, 2007 lalu. "Diibaratkan kendaraan, mesin tua saatnya turun, apalagi Golkar saat ini sudah mendaki menuju kemenangan," lanjutnya. Mantan Bupati Sidrap ini berharap saatnya generasi muda Golkar tampil sebagai pemimpin. Golkar membutuhkan figur muda dan energik agar partai beringin ini tetap yang terbaik di Sulsel. "Mempertahankan kemenangan saja sulit, apalagi mau menang. Saatnya Golkar konsolidasi internal. Jangan lagi ditunda-tunda," ujar Ketua Organda Sulsel ini.
Terpisah, Ketua Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) Sulsel, Kadir Halid, menyatakan siap mengawal instuksi Kalla agar Musda Dipercepat dilaksanakan DPD I. "Pokoknya, instruksi ketua umum tidak bisa ditawar lagi. AMPG akan mengawal dan mendesak DPD I menggelar musda dalam tempo satu minggu," kata Kadir kemarin sore. Saat wacana musdalub menggelinding Mei 2008, AMPG di bawah kendali Kadir tampil membela Amin. Adik kandung Ketua Umum PSSI, Nurdin Halid, ini menilai Amin tidak melakukan pelanggaran dan masih mengurus partai. Golkar adalah partai "penguasa" di Sulsel dan menjadi pemenang pemilu sejak era Orda Baru hingga era reformasi. Sulsel menjadi lumbung suara Golkar secara nasional. Saat ini, Golkar menguasai 33 kursi dari 75 kursi di DPRD Sulsel atau sekitar 44 persen kursi. Partai ini juga masih mayoritas di semua DPRD kabupaten/kota di Sulsel.
Senin, 17-12-2007 Tribun Timur Makassar
Tim Nasrullah Klaim 36 Suara, Ilhamsyah Rahasiakan
Ditanya dari DPD dan OKP mana saja dukungannya, Upel tidak menyebutkan secara rinci. Yang jelas, kata dia, Nasrullah direkomendasikan oleh Himpunan Puengusaha Muda Indonesia (Hipmi) dan Generasi Muda Pembangunan (GMP), salah satu organisasi sayap PPP. Sementara, Magister Campaign Ilhamsyah, Jamaluddin Syamsir enggan menyebutkan OKP atau DPD yang merekomendasikan kandidatnya. "Kita telah menjalin komitmen dengan OKP dan DPD agar tidak mempublis sebelum waktunya. Nanti besok, setelah verifikasi berkas calon baru kita lansir," kata Jamal. Kandidat lain, Abdul Rachmat Noer dan Risman Pasigai juga mengklaim dapat memenangkan musprov tersebut. Acara depat dimediasi pengurus KNPI Rini Savitri.
PERGOLAKAN KAUM MUDA INDONESIA
PERGOLAKAN KAUM MUDA INDONESIA
Oleh : Muhammad Risman Pasigai
Dalam kehidupan masyarakat mahasiswa memang diposisikan sebagai agen pembaharuan bangsa, posisi itu bukan saja didasarkan pada visi intelektualisme, idealisme dan independensi yang melekat pada pundak mahasiswa, tetapi juga keterlibatan mahasiswa dalam menjawab persoalan yang dihadapi bangsa dan masyarakat. Keberhasilan mahasiswa mendobrak tanggul otoritarianisme Orde Baru di bawah Soeharto dan menetapkan sejumlah agenda reformasi total sebenarnya membuktikan tetap berperannya mahasiswa sebagai agen perubahan. Tetapi dimana letak kemacetannya?
Bila dicermati, keberhasilan mahasiswa membawa bangsa ke fase transisi demokrasi, yang dalam bahasa Anas Urbaningrum, sebagai pendobrakan yang paling otentik waktu, itu sebenarnya terjadi secara sporadis dan banyak dipicu oleh krisis ekonomi. Bukan didasarkan kepada hasil konsolidasi elemen-elemen gerakan mahasiswa. Memang sepanjang tahun 1990an cukup banyak pertemuan nasional mahasiswa tetapi selalu gagal menghasilkan platform gerakan yang mampu melahirkan rumusan strategi dan taktik gerakan; Mulai dari fase pendobrakan, proses pengawalan sampai kepada melestarikan perjuangannya. Masih eksisnya forum angkatan 66 adalah contohnya.
Kegagalan merumuskan visi gerakan mahasiswa sebelum 1998 karena begitu kuatnya otoritarianisme Orde Baru, melalui penerapan Normalisasi Kehidupan kampus (NKK.BKK) oleh Mendikbud Daud Jusuf sejak tahun 1987 dan meskipun diganti dengan Sistem Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi (SMPT), 1990, tetapi tetap bahwa segala aktivitas mahasiswa selalu dihantui oleh cengkraman otoritarianisme rezim Orde Baru dengan segala modus operandinya. Betapa tidak lembaga pembantu rektor III (kemahasiswaan) menjadi agen otoritarianisme Orba yang setiap saat melaporkan setiap aktivis gerakan politik mahasiswa dengan Kodim, Kodam dan Gubernur atau Walikota. Saya masih ingat pertemuan masional mahasiswa di Aceh tahun 1996 yang gagal karena intervensi aparat keamanan. Belum lagi mayoritas mahasiswa era Orde Baru yang kerap kali harus berhadapan dengan kelompok-kelompok kecil aktivis mahasiswa.
Meskipun era reformasi adalah kemenangan di pihak mahasiswa, namun penguasa transisi di bawah BJ Habibie tidak segera memerdekakan mahasiswa dari belenggu otoritarianisme. Mendikbud Juwono Sudarsono justru membiarkan mahasiswa mengatur dirinya sendiri dengan mengeluarkan SK 155/1998 yang menghapus SMPT dan membiarkan kepada masing-masing kampus untuk merumuskan sendiri kelembagaan mahasiswa. Kebijakan Juwono yang lepas tangan dengan runtuhnya etos mahasiswa sebagai kekuatan moral dan intelektual bangsa dan penjaga hati nurani rakyat (keep the people heart), mengingatkan penulis pada ditinggalkannya mahasiswa angkatan 1960an oleh ABRI yang telah menguasai negara dan memenjarakan mahasiswa di kampus dengan konsep depolitisasinya.Padahal puluhan temu mahasiswa sebelumnya menghasilkan ketegasan pemerintah untuk menfasilitasi untuk menyatukan friksi ideologis antar elemen mahasiswa terutama membenturkan antara elemen ekstra (HMI, PMII, GMKI, PMKRI, GMNI dll) dengan intra (SMPT, BEM). Dalam sejarah DEMA yang pernah berhasil menjadi sosok lembaga mahasiswa yang plural, ideologis dan demokratis dan dianggap sebagai miniatur demokrasi tahun 1970an.
Di banding dengan fenomena kelahiran BEM yang tanpa kejelasan visi dan kerangka ideologis. Hal ini nampak pada sebutan seperti Presiden, Gubernur dan Menteri-menteri mahasiswa yang mecerminkan euforia reformasi dan aktualitas gerakan BEM yang masih mengandalkan gerakan taktis; dari demonstrasi ke demonstrasi dan aksi-aksi berdasarkan issue-issue aktual bukan pada konsistensi visi reformasi yang dicanangkan pendahulunya. Bila dicermati semestinya, generasi BEM atau mahasiswa sekarang berada pada tahapan kedua; menjadi manager (pengawal) reformasi dan demokrasi.
Berbagai pembahasan tentang RUU Pemilu, RUU Inteligen, RUU TNI, dan berbagai produk hukum di lembaga legislatif semestinya tidak boleh terlepas sedikitpun dari kontrol dan konsepsi tandingan dari mahasiswa agar semangat UU itu berpihak pada rakyat. Realitas politik menunjukkan bahwa pembahasan dan keputusan di lembaga legislatif penuh dengan oportunisme dan kepentingan pribadi dan kekuasaan, bukan kepentingan rakyat dan masa depan bangsa. Demikian pula berbagai bentuk penyimpangan dan korupsi di lembaga pemerintahan pusat dan daerah atau lembaga-lembaga negara lainnya tidak hanya diartikulasikan dalam bentuk demonstrasi ke demonstrasi, tetapi harus diperjuangkan dengan berbagai strategi; misalnya mengungkapnya melalui penelitian, pembuktian, analisis fakta dan lainnya.
Mahasiswa sebagai unsur civil society (masyarakat sipil) yang independen dan rasional harus mencegah dan melawan penyimpangan kekuasaan (abuse of power) dengan cara-cara yang rasional, mempunyai dampak strategis dan tidak merugikan rakyat. Cukup banyak demo mahasiswa yang mengganggu aktivitas rakyat yang tengah diwakilinya. Setiap mahasiswa berdemo di HI Jakarta misalnya, maka mengakibatkan kemacetan yang lama dan masyarakat kurang respek dengan perjuangan mahasiswa.
Kondisi tersebut, menggambarkan betapa otoritarianisme negara Orde Baru betul-betul menghancurkan elan vital mahasiswa; rasionalitas, independensi, wacana intelektual dan kebersamaan dalam platform. Salah satu penyebab terjadinya krisis yang melanda mahasiswa karena otoritarianisme masih eksis dalam kehidupan kampus. Meskipun, mahasiswa selalu menawarkan revolusi pendidikan, reformasi, suksesi rektor yang demokratis dan melibatkan mahasiswa, tetapi perguruan tinggi atau universitas masih memakai sistem Orde Baru dalam pengambilan kebijakan kampus, pemilihan rektor dan pembelengguan terhadap mahasiswa. Apalagi sistem yang berlaku di banyak kampus swasta tidak ada bedanya dengan sistem monarki. Yayasan yang mengelola perguruan tinggi swasta bertindak laksana raja yang bebas mengatur dan mengangkat rektor dan dosen, dan mengabaikan aspirasi mahasiswa. Yayasan semestinya adalah lembaga publik yang dikelola berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi dan esensi pendidikan.
Akibatnya kampus tidak bisa berfungsi maksimal sebagai agen perubahan dan tempat lahirnya berbagai gagasan pembaharuan yang dibutuhkan jamannya. Kondisi ini membawa juga konsekuensi mandeknya peran perubahan (agent of changes) mahasiswa.
Disamping, mengusung agenda pembaharuan masyarakat dan bangsa terutama mencegah kembalinya otoritarianisme negara yang kini dipraktekkan oleh pemerintahan Megawati-Hamzah, misalnya menghadapkan aksi mahasiswa dengan masa pendukungnya yang berakibat bentrok dan luka-luka, maka mahasiswa harus mempraktekkan bagaimana model dan aktualisasi kehidupan demokratis dalam kehidupan kampus agar dapat dijadikan contoh bagi masyarakat Indonesia.
PERANAN KEBIJAKAN MONETER DAN FISKAL DALAM MENGHADAPI ERA OTONOMI DAERAH
Oleh :MUHAMMAD RISMAN PASIGAI
Penerapan kebijaksanaan perekonomian Indonesia sampai sekarang masih didasarkan pada model pragmatis “mix system”, yang mengutamakan mekanisme “ortodoxi” dibanding “heterodox”, seperti tercermin pada “trickling down effect” yang berasas pada prinsip “growth to equity approach”, mendahulukan sasaran pertumbuhan baru keadilan, ternyata menghasilkan krisis dalam kehidupan berbangsa.
Model pembangunan seperti ini tak cukup membuat fundamental ekonomi nasional kuat.Terbukti “tom yum effect” (sebutan untuk krisis keuangan Thailand) pada tahun 1997 mengalami “contagion effect” (dampak menular) dan sebagai mula krisis moneter kawasan, khususnya Asia Tenggara. Fundamental ekonomi nasional yang diyakini mampu menahan dampak menular krisis tersebut, ternyata turut ambruk, karena pada saat itu Indonesia mengalami defisit transaksi berjalan tahun anggaran 196/1997 sekitar 3,3% produk domestic bruto (PDB). Melebihi batas aman deficit yang direkomendasikan IMF, yaitu sebesar 2% (Didik Rachbini, Suwidi Tono, dkk, 2000;83). Indikator ekonomi lainnya yang mempengaruhi krisis meneter Indonesia ialah laju inflansi dan arus modal luar negeri yang masuk diatas nilai deficit tadi.
Strategi pembangunan seharusnya dilihat sebagi krisis multi dimensi yang mencakup bukan hanya ekonomi, melainkan juga mencakup, diantarnya aspek perubahan dalam struktur sosial, politik, prilaku maupun struktur kelembagaan masyarakat. Khusus dalan perspektif ekonomi pemerintah semestinya menerapkan dan memberdayakan system ekonomi yang “pelaku-pelaku ekonominya mengambil keputusan-keputusan ekonomi berdasarkan pola pengambilan keputusan yang desentralistik dan mandiri”.
Hal tersebut diatas penting untuk dilakukan guna penangan krisis dan keluar dari krisis yang juga merupakan salah satu pilihan untuk recovery economi (pemulihan ekonomi) nasional. Beruntung bangsa Indonesia dapat dengan cepat merestrukturisasi penerapan sistem bernegaranya dalam bentuk “otonomi” daerah dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun. 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang hari ini telah dilakukan amandemen , dan Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Namun demikian pelaksanaan undang-undang ini terlihat setengah hati, inkonsisten, dan beberapa daerah seakan-akan merasa dirugikan, beberapa daerah masih memiliki ketergantungan yang luar biasa pada pemerintah pusat, dan hamper semuanya problem penerapan daerah adalah pada persoalan otoritasi moneter dan otoritasi fiscal. Dengan adanya undang-undang tersebut seharusnya telah terjadi desntralisasi fiscal. Namun sekali lagi pemrintah masih setengah hati untuk memberikan desentralisasi tersebut dan daerah-daerah sendiri pun terlihat manja karena tak mampu keluar dari kebiasaan system yang selama ini mereka jalankan dan sebagian diantaranya karena ketidak-mampuan daerah, baik dalam hal sumber daya manusia (SDM) dan sumber daya alam (SDA) untuk melaksanakan otonomi daerah.
Tetapi untuk desentralisasi moneter daerah belum bisa untuk mengeluarkan kebijakan moneter, dikarenakan otoritas moneter hanya ada pada Bank Indonesia dan Departemen Keuangan sebagaimana yang termaktub dalam Undang-undang Nomor 13 Th. 1968, yaitu Bank Indonesia adalah Lembaga Negara yang bertugas melaksanakan kebijakan moneter dan keberadaannya dinyatakan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Harus juga diingat dalam UU No. 22 Tahun 1999 dan UU Nomor 25 tahun 1999, pemerintah pusat tidak memberikan kewenangan kepada daerah untuk melakukan kebijakan atau politik baik dalam bentuk fiscal dan moneter.
Olehnya dalam makalah ini, akan banyak dibahas tentang kebijakan fiscal dan desentralisasi fiscal dibanding dengan kebijakan moneter. Kebijakan moneter hanya dibahas secara garis besar. Sisi lainnya makalah ini pun turut mengkaji sejauh mana peranan kebijakan moneter dan kebijakan fiscal pada pelaksanaan otonomi daerah yang akan dapat dilihat pada realitas Indonesia hari ini dan berbagai implikasi yang timbul akibat otonomi daerah tersebut.
Pengertian dan Konsep
Untuk dapat lebih memahami makalah ini, maka perlu kita untuk mengetahui sedikit tentang pengertian dan konsep tentang hal-hal yang berkaitan dengan makalah, yakni kebijkan moneter, kebijakan fiscal, dan otonomi daerah itu sendiri. Kebijakan moneter dan kebijakan fiscal merupakan suatu kebijakan yang mengatur persoalan keuangan negara, moneter, produksi, eksport, import, pajak, dan persoalan pembiayaan pembangunan. Kebijakan moneter adalah “sebagai politik atau kebijaksanaan pemerintah (melalui Bank Sentral) untuk mengawasi jumlah uang beredar (supply of money) dalam mendorong, memelihara dan menciptakan serta mempertahankan :
1. tingkat kegiatan ekonomi yang tinggi
2. perluasan kesempatan kerja, dan
3. tingkat harga-harga yang stabil
Intrumen-instrumen kebijakan moneter meliputi :
1. Politik diskonto dan tingkat suku bunga
2. Politik pasar terbuka (open arket operation)
3. Politik cadangan minimum (reserve requirement policy)
4. Pengawasan pinjaman secara selektif (selective credit control)
5. Pembujukan moral atau moral suasin.
Kebijakan pada nomor 1, 2, dan 3 termasuk kebijakan “quantitave credit control”, sedangkan kebijakan pada point 4 dan 5 termasuk kebijakan “qualitative kredit control” (Syamsuddin Jafar Drs. Ek, 1993;1).
Sedangkan kebijakan fiscal ialah kebijakan pemerintah yang dalam hal ini Departemen Keuangan untuk membuat dan melaksanakan deregulasi untuk menarik pendapatan negara dan mengefisenkan pembiayaan penyelenggaraan negara. Pendapat Negara tentunya dari produksi dalam negeri dan pajak sementara pengeluaran adalah belanja rutin negara, biaya import, pembiayaan proyek-proyek pembangunan dan sebagainya.
Sementara otonomi daerah adalah pendelegasian kewenangan penyelenggaran pemerintahan kepada pemerintah kota dan pemerintah kabupaten. Otonomi daerah merupakan suatu system desentralisasi kebijakan pemerintah yang selama ini dilakukan oleh pemerintah pusat kini dapat dilakukan oleh pemerintah daerah.
Dengan adanya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, kewenangan daerah menjadi semakin luas untuk mengatur seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter, dan fiscal, agama, serta kewenangan dalam bidang lain. Menjadi catatan yang akan menjadi persoalan bagi pelaksanaan undang-undang ini adalah pada implikasi penerapannya yang sangat mungkin akan bertentangan dengan kebijakan moneter dan kebijakan fiscal dari pemerintah pusat serta kebijakan lainnya yang mungkin terjadi ketidak-sesuaian antara keinginan pemerintah pusat dan pemrintah daerah. Daam hal ini butuh kearifan dari masing-masingnya agar rakyat tidak lagi menjadi korban.
Realitas Indonesia Hari ini, Evaluasi Kebijakan Moneter dan Kebijakan Fiskal dalam Hubungannya dengan Otonomi Daerah
Sebagai gambaran besar, keadaan yang kita hadapi pada dasarnya adalah Indonesia belum sepenuhnya keluar dari krisis. Meskipun beberapa sector kegiatan ekonomi mulai tampak bergerak maju, namun belum sepenuhnya pulih pada kondisi semuyla. Bersamaan dengan itu globalisasi sudah menerpa Indonesia dari segal sisi, khususnya, ekonomi dan politik. Belum tuntasnya penerapan dan penetaan daerah lewat otonomi daerah membuat beban kita semakin berat. Tiga sector utama, yaitu pemerintah, bisnis, dan nir-laba belum mempunyai kecukupan kompetensi mengahadapi tantangan ini.
Sebagai akibatnya banyak sector produksi yang collaps karena ketidakmampuan mereka secara financial menghadapi hal tersebut. Arus masuk modal luar negeri lewat lembaga-lembaga donor ataupun bank dunia malah menambah beban pada proses kelanjutannya karena fluktuasi atau instabilnya kurs rupiah terhadap mata uang asing, khususnya dollar USA. Bank Indonesia dan Departemen Keuangan Republik Indonesia sebagi otoritas moneter dan otoritas fiscal masih tarsus mencari formula terbaik untuk menstabilkan nilai rupiah.
Belum lagi hutang jatuh tempo pada produksi swasta membuat neraca pembayaran internasional membengkak. Hutang tersebut harus ditalangi negara, karena akan semakin menambah krisis bila hal itu tidak dilakukan. Krisis yang dimaksud adalah semakin besarnya tingkat pengangguran ang dapat menimbulkan patologi sosial apabila dibiarkan. Sector nir-laba yang diwakili oleh lembaga non-pemerintah pun belu memahami peran barunya sebagi sebuah lembaga yang menghidupkan keberdayaan masyarakat, bahkan mencari dan mencuri kesempatan untuk mengambil untuk dalam setiap persoalan yang dialami oleh pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah. Pada kondisi yang demikian, maka sector usaha yang mampu bertahan dan masih memberikan pendapatan pada Negara, Badan Usaha Milik Negara (BUMN). BUMN merupakan satu-satunya pelaku ekonomi yang tersisa, selain sector usaha kecil.
Kebijakan moneter yang dilakukan Bank Indonenesia dengan melakukan kebijakan uang ketat (thigt money rate) dan penerapan nilai tukar mengambang (floating exchange rate) , tidak dapat membendung spekulasi terhadap rupiah dan tidak dapat mengerem kepanikan masyarakat untuk melepas rupiah sebagai upaya untuk mengamankan kekayaan. Keadaan demikian menunjukkan rupiah tidak lagi dipercaya oleh masyarakat luas, dunia usaha, dan mitra usaha luar negeri, sehingga nilainya berfluktuasi tidak pasti. Bank run pun terjadi dan pelarian arus modal keluar tak dapat dihindari. Akhirnya sector moneter bersama-sama sector ekonomi yang lainnya rusak berat, karena sector produktif riil, beragam perusahaan, dan institusi perbankan sendiri gagal melaksanakan fungsinya.
Pada sisi fiscal, penarikan pajak menjadi beban yang harus ditanggung oleh rakyat akibat gempa moneter tersebut. Pajak seakan-akan menjadi pilihan terakhir dari berbagai alternatif yang ada untuk membiayai Negara dan sejumlah hutang luar negeri yang harus dibayarnya. Akibatnya konsumsi domestic menurun drastis dan laju inflansi semakin tak terkendali. Dalam hal ini pemerintah seakan ragu-ragu dan bingung bagaimana menghadapi krisis moneter.
Dari fenomena ini, kemudian pemerintah lewat Bank Indonesia dan Depertemen Keuangan mengelaurkan kebijakan ekonomi pada tiga masalah utama, yaitru :
1. meredam laju inflansi sekaligus dan sekaligus tercapainya nilai tukar pada tongkat ang wajar
2. memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap sekaligus merestrukturisasi bank yang tak sehat.
3. menanggulangi dampak negative krisis terhadap golongan ekonomi lemah.
Namun demikian rakyat tetap menjadi korban untuk setiap biaya kerusakan dari kegagalan mengantisipasi gempa moneter yang luar biasa, hampir terasa diseluruh dunia.
Lantas, apa hubungannya kebijakan moneter dan fiscal yang dilakukan pemerintah untuk penanganan krisis pada pekasanaan otonomi daerah. Sesungguhnya krisis moneter inilah yang sangat mempengaruhi penerapan UU No. 22 Th 1999 dan UU No. 25 Th. 1999. Secara psikologi dan ekonomi daerah mengalami kesulitan untuk pembiayaan daerahnya. Tak lain karena derah, belum mapan dalam hal pembiayaan pembangunan daerahnya dan manajemen pemerintahan daerah yang baru. Pemerintah di daerah mengalami keterkejutan sehingga gagap untuk melaksanakan undang-undang ini.
Sebagaimana yang kita tahu dalam UU No. 25 Th. 1999 tentang Pereimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, pada pasal 3, yaitu sumber-sumber penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi adalah sebagai berikut :
1. Pendapatan Asli Daerah
2. Dana Perimbangan
3. Pinjaman Daerah
4. Lain-lain Penerimaan yang Sah
Pendapatan Asli Daerah (PAD) berasal dari pajak dan retribusi daerah. Undang-undang ini mendapat energi dengan dikeluarkannya UU No. 24 Tahun 2000 tentang undang-undang pajak dan retribusi daerah. Hanya dalam tempo ynag relative singkat, pelaksanaan undang-undang ini telah meningkatkan pendapatan asli daerah. Namun sangat disayangkan, karena pemerintah daerah seakan-akan mengandalkan sector ini sebagai upaya untuk membiayai pembangunan daerahnya. Keadaan demikian membuat rakyat semakin dijerat oleh krisis. Krisis moneter saja cukup membuat rakyat teriak kelaparan, terlebih lagi dengan pungutan pajak yang luar biasa yang membuat mereka semakin kurang untuk mengkonsumsi.
Benar pajak berhasil menaikkan pendapatan asli daerah, tetapi sisi lainnya adalah produk domestic bruto menjadi menurun karena ketidak-mampuan rakyat untuk membeli beberapa hasil produksi dalam negeri. Sektor riil menjadi tak produktif dikarenakan cost produksi yang tidak tertutupi dari penjualan mereka, sementara produksi, biaya upah karyawan, dan biaya lainnya terus berjalan memakan habis modal. Tak heran jika sekiranya banyak sector riil yang terpaksa harus tutup atau menyatakan dirinya bangkrut akibat kurangnya penjualan dan habisnya modal pembiayaan pembiayaan produksi mereka.
Pada Dana Perimbangan, antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah sering kita dapati keributan pada seberapa besar daerah mendapat Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus. Ada sebagian daerah yang merasa diper;lakukan tidak adil dan sebaginya. Semestinya hyang harus disadari adalah Indonesia adalah Negara Kesatuan yang secara geographis adalah kepulauan dan adanya perbedaan pada kekayaan alam masing-masing daerahnya, sehingga kebijakan yang muncul adalah adanya subsidi dari pemerintah pusat kepada daerah yang belum mampu mandiri untuk membiayai pembangunannya.
Tentunya subsidi ini pun berasal dari daerah-daerah yang kaya yang pembagiannya ditentukan dengan dana perimbangan. Seandainya ini dipahami oleh daerah, maka yang terjadi adalah gotong royong pembangunan lintas daerah. Tetapi sayang dana subsidi ini pun terkadang disalah gunakan dapat dilihat dari lambatnya keluar DAU dan DAK yang harus diberikan oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah.Ada gambaran dana tersebut digunakan terlebih dahulu oleh Pemerintah Pusat atau oknum untuk pembiayaan Negara atau pribadi oknum tersebut. Seharusnya ini tidak terjadi jika UU No. 28 Th. 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme dapat seiring dengan pelaksnaan UU No. 22 Th 1999 dan UU No. 25 Th. 1999.
Kemudian untuk dana pinjaman daerah adalah pinjaman dana yang dilakukan oleh pemerintah daerah ke pusat dan hasil usaha daerah adalah sesuatu yang menjadi wewenang daerah untuk melakukannya jika dibutuhkan guna menunjang peningkatan pendapatan daerah.
Dari deskripsi diatas tergambar bahwa kebijakan moneter dan kebijakan fiscal yang dilakukan pemerintah pusat memberi implikasi yang luar biasa pada proses penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunannya. Dalam hal ini rakyat didaerah semakin mengalami kondisi tidak menentu terhadap krisis dan semakin parah karena kebijakan fiscal daerah dalam penarikan pajak menjadi sesuatu yang sangat memberatkan, dikarenakan rakyat hari ini tak mempunyai kemampuan untuk berproduksi. Kebijakan moneter dan kebijakan fiscal tidak memberikan stimulant rakyat untuk berproduksi. Tetapi hal itu hanya dirasakan oleh sekelompok orang yang dalam hal ini pengusaha yang mempunyai kemampuan ekonomi yang justeru hutangnya harus dibayar oleh rakyat.
Renungan Baru untuk Desentralisasi
Fenomena penerapan otonomi daerah ini diatas adalah sangat mengkhawatirkan. Semangat otonomi daerah sebagai bagian dari tuntutan reformasi ternyata menimbulkan begitu banyak persoalan yang praktis berlangsung tanpa garis yang jelas tentang apa langkah strategis yang akan ditempuh. Pelaksanaan undang-undang otonomi daerah sama sekali tidak membantu mengurangi gejolak dan bahkan sikap tegas menetang pemerintah pusat yang ditunjukkan oleh aktivitas didaerah yang sungguh menimbulkan pertanyaan sederhana. Apakah center didalam tatanan Negara masih berfungsi. Keadaan demikian digambarkan menarik oleh Dr. Syahrir, Ketua Perhimpunan Indonesia Baru (sekarang Partai Indonesia Baru) adalah sebagai seorang anak yang kenakalannya terus meningkat, karena dia tidak mendapatkan reaksi apa pun dari si orang tua. Tetapi daerah dalam hal ini tidak dikatakannya sebagai anak atau pun sebagai orang tua, karena inti persoalannya adalah ground rules.
Sesungguhnya desentralisasi merupakan sebuah alat untuk mencapai tujuan bernegara, yaitu terutama memberikan pelayanan public yang lebih baik dan menciptakan proses pengambilan keputusan public yang lebih demokratis. Dengan desentralisasi akan diwujudkan dalam pelimpahan kewenangan kepada tingkat pemerintahan untk melakukan pembelanjaan, memungut pajak, terbentuknya Dewan yang dipilih oleh rakyat, Kepala daerah yang dipilih oleh rakyat, dan adanya bantuan dalam bentuk transfer dari pemrintah Pusat.
Dorongan desntralisasi yang terjadi diberbagai Negara berkembang mesti mnejadi cermin. Dorongan desentralisasi tersebut dipengaruhi oleh beberapa factor, misalnya latar belakang atau pengalaman suatu negar, peranannya dalam globalisasi dunia, kemunduran dalam pembangunan ekonomi, tuntutan perubahan tingkat pelayanan masyarakat, tanda-tanda adanya disintegrasi dibeberapa Negara, dan banyaknya kegagalan yang dialami pemerintah sentralistis dalam memberikan pelayanan masyarakat yang efektif.
Desntralisasi tidaklah mudah untuk didefinisikan, karena menyangkut berbagai bentuk dan dimensi yang beragam, terutama menyangkut aspek fiscal, politik, perubahan administrasi dan system pemerintahan dan system pembangunan sosial dan ekonomi. Tetapi secara umum, konsep desentralisasi meliputi desentralisasi politik, desentralisasi administrasi, desentralisasi fdan desentralisasi ekonomi. Desentralisasi moneter tidak bisa didesntralisasikan karena menyangkut secara keseluruhan keuangan Negara yang berhubungan antar Negara sehingga yang memliki kewenagan moneter adalah pemrintah pusat yang dalam hal ini Bank Indonesia.
Kebijakan fiscal adalah sesuatu harus didesentralisasikan, karena ia merupakan komponen utama dari desentralisasi dan termuat dalam pasal 18 UUD 1945. Apabila pemerintah daerah melakukan fungsinya secara efektif dan diberikan kebebasan dalam pengambilan keputusan penyediaan pelayanan disektor public, maka harus didukung oleh sumber-sumber keuanganyang memadai baik berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), bagi hasil pajak dan bukan pajak dengan pemerintah pusat, pinjaman, maupun subsidi dari pemerintah pusat. Sebagai renungan untuk kita semua adalah amanah pada ayat 1 point terakhir dari pasal 18 UUD 1945 dikatakan bahwa “hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dilaksanakan secara adil dan selaras berdasrkan undang-undang.
Sebagai akhir dari tulisan ini adalah kebijakan moneter dan kebijakan fiscal yang dilakukan pemerintah belum mengangkat Indonesia keluar dari krisis moneter. Tetapi justeru menimbulkan produksi dan konsumsi rakyat menjadi menurun akibat penarikan pajak yang dilakukan oleh pemerintah tidak menggunakan criteria sebagaimana yang diberikan dalam UU No. 34 tahun 2000. Kompetensi Pemerintah daerah untuk memanfaatkan kebijakan moneter dan kebijakn fiscal pemetintah pusat kurang mampu diterjemahkan karena pemerintah daerah poor management. Pemerintah daerah menjadi manja dan terus berharap pada dana perimbangan, pinjaman, dan subsidi yang diberikan oleh pemerintah pusat. Sebagai suatu saran pemerintah pusat harus konsisten melaksnakan undang-undang otonomi daerah dan tegas dalam pelaksanaan undang- undang penyelenggraan Negara yang bersih dan bebas KKN. Pelaksanaannya harus seiring, karena Undang-undang No. 28 Th 1999 merupakan pengawal Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-undang Nomor 25 TAhun 1999. Dan sebuah harapan besar dari kita semua bahwa dalam pemerintahan SBY – KALLA mampu untuk lebih jauh melakukan pembenahan secara mendasar terhadap fundamental ekonomi nasional dengan realitas hari ini yang masih sangat jauh dari harapan masyarakat indonesi dengan melakukan evaluasi kritis terhadap kebijakan – kebijakan di bidang ekonomi ( Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana program Ilmu Politik konsentrasi Ekonomi Politik Universitas Nasional Jakarta & Fungsionaris PB HMI periode 2003 - 2005)